Senin, 22 Oktober 2007

Saat Indah

Terkadang ada saat-saat dalam hidup ketika engkau merindukan
seseorang begitu dalam, hingga engkau ingin mengambilnya dari
angan-anganmu, lalu memeluknya erat-erat!

Ketika pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain terbuka;
tetapi, seringkali kita memandang terlalu lama pada pintu yang
tertutup hingga kita tidak melihat pintu yang lain, yang telah
terbuka bagi kita.

Jangan percaya penglihatan; penglihatan dapat menipu.
Jangan percaya kekayaan; kekayaan dapat sirna. Percayalah
pada dia yang dapat membuatmu tersenyum, sebab hanya
senyumlah yang dibutuhkan untuk mengubah hari gelap
menjadi terang. Carilah dia, yang membuat
hatimu tersenyum.

Angankan apa yang engkau ingin angankan; pergilah kemana
engkau ingin pergi; jadilah seperti yang engkau
kehendaki, sebab hidup hanya satu kali dan engkau hanya
memiliki satu kesempatan untuk melakukan segala hal yang
engkau ingin lakukan.

Semoga engkau punya cukup kebahagiaan untuk membuatmu
tersenyum,cukup pencobaan untuk membuatmu kuat, cukup
penderitaan untuk tetap
menjadikanmu manusiawi, dan cukup pengharapan untuk
menjadikanmu bahagia.

Mereka yang paling berbahagia tidaklah harus memiliki yang
terbaik dari segala sesuatu; mereka hanya mengoptimalkan
segala sesuatu yang datang dalam perjalanan hidup mereka.

Masa depan yang paling gemilang akan selalu dapat
diraih dengan melupakan masa lalu yang kelabu;
engkau tidak akan dapat maju dalam hidup hingga
engkau melepaskan segala kegagalan dan sakit hatimu.

Ketika engkau dilahirkan, engkau menangis sementara
semua orang di sekelilingmu tersenyum. Jalani hidupmu
sedemikian rupa, hingga pada akhirnya engkaulah
satu-satunya yang tersenyum
sementara semua orang di sekelilingmu menangis.

Jangan hitung tahun-tahun yang lewat, hitunglah saat-saat
yang indah ....

Hidup tidak diukur dengan banyaknya napas yang kita hirup;
melainkan dengan saat-saat di mana kita menarik
napas bahagia!

ficture

film live story

Minggu, 21 Oktober 2007

Menjadi Titik yang Setia

Keindahan dan kepuasan sejati ada pada kesetiaan, sehingga orang mau membayar dan memberikan apapun untuk membeli kesetiaan. Ia (setia) mudah untuk diucapkan, tetapi sulit untuk disaksikan apalagi untuk dilakukan. Itu karena kesetiaan hanya milik orang yang memiliki prinsip, tidak egois, dst.
Namun begitu setia bukan berarti orang menjadi bodoh 99% atau pasrah 200%. Karena setia bukanlah doktrin yang tidak boleh dibantah, tetapi sejatinya setia adalah mengedepankan komunikasi dan demokrasi serta menjadikan keterbukaan sebagai jalan untuk saling memahami dan menerima.

Contoh betapa menjijikannya orang atau pihak yang tidak setia dapat dilihat pada mereka yang bernafsu menjadi pejabat akan mengumbar janji yang sangat melenakan hati, tapi begitu ia naik tahta, ia tidak lagi setia dengan janjinya. Atau janji setia sebagian para suami pada istrinya ketika menginjak malam pertama, namun selingkuh dan poligami menjadi irama hidupnya.

Lihatlah bintang, bulan dan matahari, ia menjadi titik yang setia pada apa yang telah menjadi tugas dan keberadaanya. Pernahkan ketiganya bermunculan pada waktu yang sama dan saling menabrakan diri??
Dan bila kita mau membuang sedikit saja rasa gengsi untuk meyakini adanya Sang Pencipta, kita akan menemukan, matahari, bulan dan bintang setia dengan tugasnya karena sesungguhnya mereka ada karena dicipta dan bersedia setia dengan perintah penciptanya.
Begitupun seandainya ada hamparan manusia yang melakukan perbuatan salah dan dosa, maka Sang Pencipta tidak akan langsung membuat dunia menjadi kiamat, karena Dia tetap akan setia dengan janjinya mengenai batas kiamat bagi dunia.

Entah sudah berapa banyak salah dan dosa yang kita perbuat, tetapi Sang Pencipta tidak serta merta mengklaim kita sesat dan pendosa, dan Ia tidak juga memberikan kita azab atas karya salah dan dosa kita. Bahkan tidak sedikit kita mendapatkan pelajaran dari peristiwa yang menjadi guratan makna. Itu membuktikan bahwa Ia bukan saja mencipta, tapi bertanggung jawab mendidik kita dengan peristiwa agar tetap setia menjadi manusia yang setia pada kebaikan dan setia menentang keburukan.

Sebagai imbalan atas kebesaran Sang Pencipta, kita harus tetap setia menjadikan Ia sebagai Sang Pencipta dan tetap memposisikan manusia sebagai partner dalam mencapai tujuan bersama, baik laki-laki maupun perempuan, di mana keduanya (laki-laki dan perempuan) tidak boleh ada yang berperan menjadi tuhan dalam kehidupan sesama manusia, karena itu (menjadi tuhan) akan melahirkan subordinasi dan penindasan serta ketidakadilan pada mereka yang minoritas.

Jadi, tetaplah setia sebagai manusia yang setia pada Tuhan, dan setia sesama manusia dengan tidak menghianati manusia lainnya melalui ragam penindasan.

Jakarta, 22/10/07